AGLAE, SEORANG PELACUR ROMAWI
dikutip dari: Puisi Manusia-Allah, Vol. 2

Di pintu ada seorang perempuan muda yang berpakaian tidak sopan. Dia cantik. "Tuan-ku, apakah Kau mau masuk ke dalam rumah? Masuklah."

Yesus menatapnya setajam seorang hakim, tapi tak mengatakan apa-apa.

Tetapi Yudas, didukung oleh semua yang lain. "Masuklah, perempuan tak tahu malu! Janganlah mencemari kami dengan napasmu, perempuan jalang."

Perempuan itu memerah mukanya dan menundukkan kepala. Dia hendak menghilang sebab dipermalukan dan dicemooh oleh para berandal dan oleh mereka yang lewat.

"Siapakah yang begitu murni sehingga dapat mengatakan: 'Aku tidak pernah menginginkan apel yang ditawarkan oleh Hawa?'" tanya Yesus dengan tajam dan Ia menambahkan: "Tunjukkan dia kepada-Ku dan Aku akan menyebutnya seorang kudus. Tidak ada? Baik, jadi, jika bukan karena jijik, tapi karena kelemahan, kalian merasa tak dapat pergi mendekati perempuan ini, kalian boleh pergi. Aku tidak akan memaksa orang-orang yang lemah masuk ke dalam pergulatan yang tak seimbang. Perempuan, Aku ingin masuk. Rumah ini milik seorang kerabat-Ku dan yang Aku kasihi."

"Masuklah, Tuan-ku, jika Kau tidak jijik kepadaku."

"Biarkan pintu terbuka, supaya dunia dapat melihat dan tidak mempergunjingkannya..."

Yesus menjadi serius dan penuh wibawa. Perempuan itu, tunduk, membungkuk di hadapan-Nya dan tidak berani bergerak...

"Tuan-ku!"

"Perempuan."

"Nama-Mu, Tuan-ku."

"Yesus."

"Aku tidak pernah mendengarnya. Aku seorang Romawi: seorang aktris dan penari. Aku seorang yang cakap hanya dalam percabulan. Apakah arti nama-Mu? Namaku Aglae dan... dan itu berarti:  kejahatan."

"Nama-Ku berarti: Juruselamat."

"Bagaimana Engkau menyelamatkan? Dan siapakah yang Engkau selamatkan?"

"Mereka yang antusias untuk diselamatkan. Aku menyelamatkan dengan mengajarkan untuk menjadi murni, untuk lebih memilih menderita daripada kehormatan, untuk menginginkan yang baik apapun resikonya," Yesus berbicara tanpa kebencian, bahkan tanpa berpaling kepada perempuan itu."

"Aku sesat…"

"Aku adalah Dia yang mencari yang sesat."

"Aku mati."

"Aku adalah Dia yang memberi Hidup."

"Aku kenajisan dan kepalsuan."

"Aku Kemurnian dan Kebenaran."

"Engkau juga Kemurahan Hati, Engkau tidak menatapku. Engkau tidak menyentuhku, Engkau tidak menginjak-injakku. Kasihanilah aku…"

"Pertama-tama, kau harus mengasihani dirimu sendiri. Jiwamu."

"Apa itu jiwa?"

"Adalah apa yang membuat manusia menjadi allah dan bukan binatang. Kejahatan dan dosa membunuhnya, dan begitu jiwa terbunuh, manusia menjadi binatang yang menjijikkan."

"Apakah mungkin bagiku untuk bertemu dengan-Mu lagi?"

"Siapa yang mencari Aku, menemukan Aku."

"Di manakah Engkau tinggal?"

"Di mana hati membutuhkan dokter dan obat-obatan untuk menjadi jujur kembali."

"Kalau begitu… aku tidak akan bertemu dengan-Mu lagi… aku tinggal di tempat di mana tidak ada dokter, obat-obatan ataupun kejujuran dikehendaki."

"Tak suatupun mencegahmu untuk datang ke tempat di mana Aku berada. Nama-Ku akan diteriakkan di jalan-jalan dan akan sampai kepadamu. Selamat tinggal."

"Selamat tinggal, Tuan-ku. Ijinkan aku memanggil-Mu 'Yesus'. Oh! Bukan demi keakraban!... Tapi agar sedikit keselamatan dapat datang kepadaku. Aku Aglae, ingatlah aku."

"Ya. Selamat tinggal."

YESUS BERSABDA:

"Perempuan itu adalah tepung. Tepung di mana Yang Jahat telah mencampurkan bubuk nerakanya. Aku adalah ragi. Yakni, sabda-Ku adalah ragi. Tapi jika terlalu banyak sekam dalam tepung, atau jika pasir, atau kerikil atau abu dicampurkan ke dalam tepung, mungkinkah membuat roti dengannya, bahkan meski raginya baik? Tidak mungkin. Adalah perlu untuk dengan sabar menyingkirkan sekam, abu, kerikil dan pasir dari tepung.

Kemudian datanglah Kerahiman dan menawarkan saringan pertama… Yang pertama: dibuat dengan kebenaran-kebenaran dasar yang singkat, yang dapat dipahami oleh dia yang terjerat dalam jaring ketidaktahuan sama sekali, kejahatan dan tidak mengenal Allah. Jika jiwa menerimanya, maka pemurnian pertama dimulai. Saringan kedua terjadi melalui sarana saringan jiwa itu sendiri, yang membandingkan dirinya dengan Diri yang menyingkapkan DiriNya. Dan jiwa merasa ngeri. Dan jiwa memulai pekerjaannya. Melalui sarana proses tertentu yang lagi dan lagi, sesudah kerikil-kerikil, lalu pasir dan abu, jiwa mencapai tahap menyingkirkan juga bagian dari tepung yang mengandung butiran-butiran yang terlalu berat dan terlalu kasar untuk membuat roti yang enak. Jiwa sekarang sudah siap. Kerahiman kemudian datang sekali lagi dan merasuk ke dalam tepung yang sekarang sudah siap - itu juga persiapan, Yudas - dan mengembangkan tepung dan mengubahnya menjadi roti. Tapi itu suatu proses yang lama: suatu proses dari "kuasa kehendak" jiwa.

Perempuan itu sudah memiliki dalam dirinya yang minimum yang adil untuk diberikan kepadanya yang dapat dipergunakan olehnya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Biarkan dia melakukannya, jika dia menginginkannya, tapi janganlah kita menganggunya. Semua yang mengganggu suatu jiwa yang sedang bekerja: keingintahuan, semangat tanpa nasehat, tak adanya toleransi, juga kasih yang berlebihan."

Yesasa indocell

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top