Antonietta Meo
“Kiranya setiap langkah kuambil menjadi sepatah kata cinta.”
15 Des 1930 - 3 Jul 1937
|
Komuni Pertama, 1936
|
“Yesus
sayang, aku sangat mencintai-Mu, sungguh sangat mencintai-Mu Yesus, dan
aku ingin menjadi lampu-Mu dan lili-Mu; lili yang mewakili kemurnian
jiwa dan lampu yang mewakili nyala kasih yang tak pernah
meninggalkan-Mu. Yesus sayang, berkati Gereja, para klerus dan
teristimewa bapa pengakuanku, keluargaku, guruku, dan seluruh dunia.
Yesus sayang, aku kirim banyak kecupan dan salam untuk-Mu. Antonietta
dan Yesus.”
~ 16 Maret 1937
Antonietta
dilahirkan di Roma pada tanggal 15 Desember 1930 sebagai anak keempat
dari pasangan Maria dan Michele Meo. Pada tanggal 28 Desember 1930, pada
Pesta Kanak-kanak Suci, ia dibaptis di parokinya, “Basilika Salib Suci
di Yerusalem” di Roma. Keluarga Meo tinggal di sebuah rumah yang indah
dan hidup berkecukupan. Kakaknya adalah Margherita, juga Carmela dan
Giovanni - keduanya meningal segera sesudah dilahirkan. Antonietta
adalah nama yang indah, namun cukup panjang. Sebab itu orangtuanya
memberinya nama panggilan Nenne, yang kemudian menjadi panggilan
kesayangan “Nennolina”.
“Saudariku,”
kenang Margherita, “adalah seorang gadis kecil yang gembira dan periang
seperti semua anak lain seusianya. Pada bulan Oktober 1933, ia mulai
bersekolah di sebuah taman kanak-kanak Katolik dekat rumah kami. Ia
pergi dengan sukahati; seringkali ketika kami bermain bersama, ia akan
mengatakan: `Aku sangat senang di sekolah… aku bahkan pergi ke sana pada
waktu malam!' Ia segera mengasihi gurunya. Para biarawati biasa
mengatakan pada mama: `Tak ada yang dapat menghentikannya! Tetapi ia
seorang anak yang cerdas dan cepat balajar. Ia matang untuk usianya.'
Ketika umurnya empat tahun, ia bergabung dalam kelompok anak-anak Aksi
Katolik `Piccolissime'. Ketika umurnya lima tahun, ia bergabung dalam
kelompok puteri `Beniamine'”.
Nennolina
senang pergi ke sekolah dan mengikuti pelajaran katekese, sebagaimana
diungkapkannya dalam sepucuk surat kepada Yesus: “Aku pergi dengan
antusias, sebab aku belajar begitu banyak hal indah mengenai Engkau dan
para kudusmu.” Segera saja ia suka berdoa dan bercakap-cakap dengan
Yesus, yang dianggapnya sebagai sahabat. Para biarawati sering
melihatnya, sebelum meninggalkan gereja, pergi dekat tabernakel dan
berseru: “Yesus, ayo main bersamaku!” Ibunya mengenang: “Suatu hari,
ketika usianya masih tiga tahun, ia menambahkan dalam doanya, `Yesus,
berilah aku rahmat untuk mati sebelum aku melakukan suatu dosa berat.'
Aku merasa hatiku seperti disayat sembilu.”
Usianya
belum genap lima tahun ketika orangtuanya memperhatikan bahwa kaki kiri
Nennolina bengkak, tetapi mereka pikir itu akibat jatuh seperti biasa.
Setelah diagnosa-diagnosa dan perawatan yang salah, akhirnya para dokter
sampai pada kesimpulan bahwa ia menderita kanker tulang Osteo-sarcoma.
Pada
tanggal 25 April 1936, Antonietta menjalani amputasi kaki kirinya. “Via
cruces” pun dimulai, tetapi juga pengalaman luar biasanya dengan Allah.
Sungguh amat berat bagi kedua orangtuanya dan juga bagi Nennolina untuk
melalui periode ini. Meski demikian, Nennolina tak pernah mengeluh; ia
hanya berdoa dan memohon. Ia juga tak menghendaki seorang pun berdoa
bagi kesembuhannya, melainkan berdoa baginya untuk melakukan kehendak
Allah: “Aku ingin tinggal bersama-Nya di salib sebab aku mencintai-Nya.” Kendati segala kesulitan sesudah operasi, dokter memperbolehkannya
bergerak, bermain dan berlutut untuk berdoa. Ia melanjutkan kehidupan
normalnya sehari-hari. Nennolina menerima cacat ini dengan
mempersembahkan kaki kecilnya kepada Yesus. Ia menghibur ayahnya: “Aku
sangat bahagia Yesus mengirimkan masalah ini kepadaku, agar aku dapat
menjadi kesayangan-Nya” (4 November 1936).
“Kalau
aku merasa sakit, aku segera memikirkan Yesus, maka aku tidak merasa
sakit lagi! Mudah saja untuk tidak merasa sakit: Jangan pikirkan
penderitaanmu, tapi pikirkan penderitaan Yesus, sebab Ia menderita
begitu banyak untuk kita, hingga engkau sendiri tak merasa apa-apa.”
“Tahukah
Mama? Aku persembahkan kakiku kepada Yesus untuk pertobatan para
pendosa yang malang dan juga berkat untuk semua prajurit di Afrika.”
“Kalau
Mama merasa sakit, Mama perlu diam dan mempersembahkannya kepada Yesus
demi seorang berdosa. Yesus menderita sangat banyak bagi kita, meski Ia
sama sekali tak berbuat dosa: Ia adalah Tuhan. Bagaimana kita dapat
mengeluh, kita yang adalah orang-orang berdosa dan selalu
menyakiti-Nya?”
Apabila
ia harus menjalani perawatan dan pengobatan yang menyakitkan,
Antonietta biasa mengulang-ulang perkataan yang sama: “Hari ini aku akan
pergi dan menjadi misionaris di Afrika.” Dan memang, setelah
kematiannya, tepat di Afrika, ia dapat melihat nubuatnya menjadi
kenyataan dengan didirikannya Institut MEO: Mères, Enfants, Orphelins
(Ibu, Anak, Yatim Piatu) di Burundi, Bujumbara yang didedikasikan
untuknya.
Pada peringatan amputasi kakinya, Antonietta ingin merayakannya dengan suatu pesta dan novena kepada Santa Perawan Maria dari Pompeii
sebagai ucapan syukur sebab dengan peristiwa ini ia dapat
mempersembahkan penderitaannya kepada Yesus. Amputasi kaki ini tak mampu
menghentikan tumor yang telah menyebar ke kepala, tangan, kaki,
tenggorokan dan mulut.
Sebab
bermaksud mengajukan Komuni Pertama bagi Antonietta, setiap sore ibunya
mulai memberikan katekese kepadanya. Sejak saat itu Antonietta mulai
menulis surat-surat kepada Yesus. Pertama-tama dengan mendiktekannya
kepada ibunya atau Margherita, dan setelah ia dapat membaca dan menulis
ia menulis sendiri surat-surat itu yang diletakkannya di bawah patung
kecil Kanak-kanak Kudus di kamar tidurnya agar, “Ia datang dan
membacanya pada waktu malam.”
Dalam
surat pertamanya tertulis: “Yesus sayang, hari ini aku akan
berjalan-jalan mengunjungi suster-susterku, dan akan aku katakan kepada
mereka bahwa aku akan menyambut Komuni Kudusku pada Hari Natal. Yesus
datanglah segera ke dalam hatiku, dan aku akan memeluk-Mu erat-erat dan
mencium-Mu. O Yesus, aku ingin Engkau tinggal selalu dalam hatiku” (15
September 1936).
Beberapa
hari kemudian ia menulis: “Yesus sayang, aku sangat mencintai-Mu, aku
ingin ulangi kepada-Mu bahwa aku sangat mencintaimu. Madonna sayang,
engkau sangat baik, ambillah hatiku dan berikanlah pada Yesus.”
Juga
ada sesuatu yang sungguh tak biasa bagi seorang anak berusia lima
tahun; ia sering memohon: “Yesus yang baik, berilah aku jiwa-jiwa,
berilah aku banyak jiwa-jiwa, aku mohon pada-Mu dengan sungguh. Aku
mohon sebab dengan begitu, Engkau dapat membuat mereka menjadi baik dan
pergi bersama-Mu ke Firdaus.”
Para
teolog Katolik menyebut Antonietta seorang “mistikus” sebab seorang
anak berusia enam tahun menulis surat-surat “yang luar biasa” kepada
Yesus Kristus di bulan-bulan terakhir hidupnya yang menunjukkan
pemahaman melampaui anak-anak normal seusianya. Menurut para ahli
Vatican, surat-surat Antonietta mengungkapkan “suatu hidup yang sungguh
luar biasa dalam persatuan mistik dengan Allah”. Ibunya, bagai seorang
sekretaris yang setia, menulis dengan tepat dan cermat semua yang
didiktekan Antonietta. Sayang, ibunya tak menganggap surat-surat ini
penting dan dengan serampangan membereskannya sehingga sebagian di
antaranya tak dapat ditemukan kembali.
Mari kita simak beberapa surat yang ditulisnya:
“Yesus
Tersalib, aku sangat mencintai-Mu, aku mencintaimu jadi aku ingin
tinggal bersama-Mu di Kalvari dan aku menderita dengan sukacita sebab
aku tahu aku ada di Kalvari. Yesus sayang, aku berterima kasih kepada-Mu
sebab telah memberiku penyakit ini, sebab ini adalah sarana untuk
sampai di Firdaus. Yesus sayang, katakan pada Allah Bapa bahwa aku
mencintai-Nya juga. Yesus sayang, aku ingin jadi lampu-Mu dan bunga
lili-Mu. Yesus sayang, beri aku kekuatan untuk menanggung sakit ini yang
aku persembahkan kepada-Mu untuk orang-orang berdosa. Yesus sayang,
katakan pada Roh Kudus untuk menerangiku dengan kasih dan memenuhiku
dengan ketujuh karunia-Nya. Yesus sayang, katakan pada Perawan Maria
yang manis bahwa aku sangat mencintai-Nya dan aku ingin tinggal
bersamanya di Kalvari sebab aku ingin menjadi kurban kasih-Mu Yesus
sayang. Yesus sayang, aku percayakan bapa pengakuanku kepada-Mu dan
anugerahilah ia segala rahmat yang diperlukannya. Yesus sayang, aku
percayakan orangtuaku dan saudariku Margherita kepada-Mu. Yesus sayang,
salam dan cium Antonietta dari Yesus” (2 Juni 1937).
“Aku ingin Engkau mengabulkan tiga permohonan, pertama - jadikan aku santa, dan ini permohonan yang
terpenting, kedua - berilah aku jiwa-jiwa, ketiga - buatlah aku
berjalan normal, sesungguhnya ini yang paling kurang penting. Aku tidak
mengatakan kembalikan kakiku, aku memberikannya kepada-Mu! ...” (16 Oktober 1936).
Antonietta
menulis 105 pucuk surat yang ditujukan kepada Yesus, juga kepada Bunda
Maria, Allah Bapa, Roh Kudus, sepucuk surat kepada St Agnes dan sepucuk surat kepada St Theresia dari Kanak-kanak Kudus. Surat-suratnya selalu diakhiri dengan peluk, sayang dan cium untuk sahabat-sahabat surgawinya, dan ditandatanganinya dengan: “Antonietta dan Yesus” atau terkadang “Antonietta Yesus”.
Antonietta
baru berusia sekitar empat tahun ketika ia telah memiliki kerinduan
untuk menyambut Yesus. Di kemudian hari, dalam surat-suratnya, ia
menulis kepada Yesus bahwa kendati hatinya kecil, tetapi sungguh dapat
mengasihi; dengan menyambut-Nya dalam hatinya, ia akan dapat terlebih
lagi mengasihi-Nya. Akan menjadi sukacitanya yang terbesar dapat
menyambut Yesus dari tangan Perawan Maria!
Ketika
usianya lima setengah tahun, Nennolina meminta kepada ibunya agar ia
dapat mengaku dosa. Ia berdoa kepada Yesus untuk memberikan seorang bapa
pengakuan yang baik, sebab ia ingin menjadi seorang santa. Ia
mempersiapkan diri dengan giat dan dengan cermat memeriksa batin, dengan
sukacita dan penuh pengharapan. Satu-satunya ketakutannya adalah
menghinakan Allah.
Sehari sebelum Komuni Kudusnya yang Pertama, Antonietta mendiktekan surat berikut kepada ibunya:
“Yesus
sayang, besok, saat Engkau ada dalam hatiku, bayangkan jiwaku seperti
sebuah apel dan seperti dalam sebuah apel ada biji-biji yang hitam,
dalam jiwaku Engkau dapat membuat sebuah lemari. Di bawah kulit biji
yang hitam ada bagian yang putih, dalam lemari Engkau dapat menaruh
rahmat-Mu, seperti biji yang putih.”
Ibunya menyela:” Antonietta, apa yang kau katakan? Apa yang kau maksud dengan `dalam'? Apa maksudmu?”
“Mama,
jiwaku adalah seperti sebuah apel. Dalam apel ada sesuatu yang kecil
hitam, biji. Lalu, di bawah kulit biji yang hitam ada bagian yang putih
kan? Baik, bayangkan itu sebagai rahmat.”
“Siapa yang mengatakan ini padamu? Mungkin gurumu di sekolah menunjukkan sebuah apel kepadamu untuk membautmu mengerti?...”
“Tidak,
Mama, tidak, aku memikirkannya sendiri.” Kemudian ia melanjutkan
suratnya: “Yesus akan membuat rahmat ini tinggal bersamaku selamanya.”
“Kemudian
kami berbicara mengenai surga,” kenang ibunya, “dan ia mengatakan: `Aku
tak akan bersenang-senang di surga, aku akan bekerja untuk jiwa-jiwa.'”
“Ya, seperti St Theresia yang menjanjikan hujan mawar … dan kau, apa yang akan kau kirimkan?” tanya ibunya.
Dengan mengerlingkan mata, ia menjawab: “Aku akan mengirimkan hujan lili.”
Antonietta
menyambut Komuni Pertamanya dalam Misa Natal tengah malam pada tahun
1936. Malam itu, meski sakitnya hebat, mereka yang melihatnya
memperhatikan bahwa bahkan ketika Misa Kudus telah usia, ia tinggal
berlutut tanpa bergerak, dengan kedua tangan terjalin dalam doa, selama
lebih dari satu jam lamanya.
“Yesus
Ekaristik sayang, aku sangat, sangat bahagia Engkau telah datang dalam
hatiku. Jangan tinggalkan hatiku lagi dan tinggallah selalu, selalu
bersamaku. Yesus, aku sangat mencintai-Mu, aku ingin menjatuhkan diriku
dalam pelukan-Mu dan Engkau dapat melakukan apa yang Engkau kehendaki
atasku.”
Pada
tanggal 16 Oktober 1936, Antonietta menegaskan: “Aku melihat Perawan
Maria, tapi bukan gambar.” Pada bulan Januari 1937: “Kadang aku melihat
Yesus.” Ibunya bertanya, “Dan bagaimanakah kau melihat-Nya?” Gadis kecil
itu menjawab: “Di salib.” Pada bulan Maret ia mendapat suatu
penglihatan yang lain: “Kemarin aku melihat Yesus bangkit.”
Kemudian
Yesus tak menampakkan diri lagi kepadanya dan pada bulan April
Antonietta menulis: “Yesus sayang, aku sungguh sangat ingin melihat-Mu
dan aku ingin semua orang dapat melihat-Mu, maka sungguh semua orang
akan lebih mencintai-Mu.” Pada bulan Mei, sementara ia mendiktekan
surat, sekonyong-konyong ia berhenti terpaku; ibunya mengguncangkannya
dan ketika tersadar kembali, ia mengatakan: “Tahukah Mama, aku melihat
Yesus di sudut kamar.” Pada tanggal 2 Juli, sesudah Komuni Kudusnya yang
terakhir, ia mengatakan kepada ibunya: “Aku melihat-Nya pagi ini ketika
aku menyambut Komuni.”
Pada
tanggal 19 Mei 1937, Antonietta menyambut Sakramen Krisma. Itulah
hari-hari terakhir hidupnya. Ibunya mengenang: “Sesudah Krisma,
kesehatan Antonietta semakin memburuk. Sesak napas dan batuk membuatnya
tak dapat beristirahat sama sekali. Ia tak lagi dapat duduk dan harus
berbaring di tempat tidur. Bahkan sementara ia menderita, ia selalu
mengatakan: Aku baik-baik saja!” dan bahkan meski sulit, ia selalu ingin
memanjatkan doa pagi dan doa malamnya. Ia meminta imam untuk
mengantarkan Komuni Kudus setiap hari, dan jam-jam sesudah itu selalu
lebih tenang…. Begitu dapat, ia memintaku untuk menuliskan
surat-suratnya.”
Suratnya
yang terakhir tertanggal 2 Juni 1937; surat yang akan sampai di tangan
Paus Pius XI. Ibunya menceritakan: “Aku duduk di samping pembaringannya
dan menuliskan apa yang ia katakan kepadaku dengan susah payah: “Yesus
tersalib, aku sangat mencintaimu, sangat! Aku ingin tinggal bersama-Mu
di Kalvari. Yesus sayang, katakan kepada Allah Bapa bahwa aku juga
sangat mencintai-Nya. Yesus sayang, berilah aku kekuatan yang aku
perlukan untuk menanggung sakit ini yang aku persembahkan bagi para
pendosa.”
Saat
itu, Antonietta mendapat serangan batuk yang hebat dan muntah, tetapi
setelah semua itu berlalu, ia melanjutkan: “Yesus sayang, katakan kepada
Roh Kudus untuk menerangiku dengan cinta dan memenuhiku dengan Tujuh
Karunia-Nya. Yesus sayang, katakan pada Perawan Maria bahwa aku sangat
mencintainya dan aku ingin tinggal dekatnya. Yesus sayang, ingin aku
ulang bahwa aku sangat, sangat mencintaimu. Yesus-ku yang baik, aku
percayakan bapa rohaniku kepada-Mu, mohon berilah ia segala rahmat yang
ia butuhkan. Yesus sayang, aku percayakan orangtuaku dan Margherita
kepada-Mu. Puteri kecil-Mu mengirimkan banyak kecupan untuk-Mu…..”
Sekonyong-konyong
aku merasakan suatu pemberontakan dalam hatiku melihat bagaimana ia
menderita dan dengan amat marah aku menggulung kertas itu dan
melemparkannya ke dalam laci.
Beberapa
hari kemudian, Professor Milani dari Kepausan (Pontifical Archiatra)
yang diminta datang oleh Dr Vecchi untuk suatu konsultasi, datang
mengunjungi Antonietta. Ia mengatakan bahwa kondisi Antonietta amat
serius dan bahwa ia harus dibawa ke rumah sakit untuk suatu operasi
lain. Sesudahnya, Professor tinggal untuk berbicara dengan Antonietta,
dan ia terheran-heran bagaimana Antonietta dapat menanggung rasa sakit
yang hebat itu tanpa mengerang. Suamiku menceritakan kepadanya mengenai
surat-surat yang ditulis Antonietta. Professor ingin melihat surat yang
terakhir, dan aku tak kuasa menolak. Aku ambil surat itu dari tempat aku
mencampakkannya hari itu, dan aku perlihatkan kepadanya. Sesudah
membacanya, Professor Milani mengatakan bahwa ia hendak berbicara kepada
Paus mengenai Antonietta, dan meminta ijin untuk membawa surat itu
bersamanya. Ragu-ragu aku menjawab: `Tetapi… saya tidak tahu… jika….'
`Nyonya,' katanya, `Kita sedang berbicara mengenai Paus!'”
Keesokan
harinya sebuah mobil dari Vatican berhenti di depan rumah kami. Seorang
utusan, yang diutus secara pribadi oleh Bapa Suci, datang untuk
menyampaikan Berkat Apostolik kepada Antonietta. Ia mengatakan bahwa
Bapa Suci amat tersentuh hatinya ketika ia membaca surat itu. Ia
meninggalkan kepada kami sehelai catatan dari Professor Milani di mana
ia meminta Antonietta untuk mengingatnya dalam doa-doanya kepada Tuhan,
dan memohonkan baginya karunia-karunia yang sama yang diminta Antonietta
bagi dirinya sendiri.”
Tanggal
12 Juni kondisi Antonietta semakin buruk; ia sulit bernapas. Cairan
disedot dari paru-parunya. Pada tanggal 23 Juni ia menjalani operasi
dengan hanya dibius lokal sebab kondisi keseluruhannya yang buruk.
Ibunya bercerita: “Tak dapat aku katakan sakit hebat yang mendera tubuh
kecil itu. Hari itu, dengan sekuat tenaga menahan airmata, kukatakan
kepadanya: `Kau lihat nak… nanti kalau kau sudah lebih baik, kita akan
pergi berlibur ke laut…. Kau begitu suka laut, kau dapat mandi di sana,
tahukah kau? …” Ia memandangku dengan lembut dan berkata: “Mama,
bergembiralah… aku akan keluar dari sini kurang dari sepuluh hari.”
Waktu itu ibunya tidak tahu bahwa Antonietta menubuatkan dengan tepat
hari dan jam kematiannya.
Hari-hari
selanjutnya, metastasis semakin menyerang dan menggerogoti tubuhnya.
Kendati demikian, dengan sisa kekuatan Antonietta selalu tersenyum
kepada para perawat yang datang untuk membalut lukanya. Semua orang di
sekelilingnya memberi kesaksian atas ketercengangan mereka di hadapan
damai tenang Antonietta yang luar biasa. Ibunya bahkan ragu apakah
puterinya kesakitan: “Aku datang menemui dokter dan bertanya, `Dokter,
saya tidak berpikir… katakan yang sesungguhnya, katakan yang sebenarnya…
apakah Antonietta sangat menderita?' `Tetapi, Nyonya, apakah yang anda
tanyakan ini? Diamlah! Sakitnya sungguh luarbiasa.' Aku kembali ke
kamarnya… dengan suara bergetar meminta padanya, `Antonietta, berkati
Mamamu, nak…. Antonietta, berkati Mama.” Bersusah-payah ia membuat tanda
salib dengan tangannya atasku.”
Ayahnya
memberikan kesaksian: “Suatu hari kondisinya memburuk dan aku
memutuskan untuk meminta seorang imam melayani Sakramen Terakhir. Aku
bertanya kepada Antonietta: `Tahukah kau apa itu Sakramen Terkahir?'
`Sakramen yang diterima orang yang hampir meninggal,' jawabnya. Aku tak
ingin ia menjadi sedih, sebab itu aku tambahkan: `Terkadang Sakramen
Terakhir mendatangkan kesehatan atas tubuh….” Antonietta menolak:
`Terlalu cepat' katanya, dan aku tidak memaksa. Tetapi ketika kemudian
imam mengatakan kepadanya bahwa Sakramen Terakhir meningkatkan rahmat,
ia mengatakan, `Ya, aku mau.'”
Antonietta
menjawab dengan khidmad semua doa; ia menyatakan tobat, lalu ia membuka
kedua tangannya di hadapan imam yang mengurapinya. Dengan mesra
diciumnya salib Komuni Kudusnya. Semuanya terjadi dengan sederhana dan
damai.
Malam
sebelum wafatnya, ibunya melihat Antonietta dalam sebuah mimpi.
Antonietta berdiri mengenakan sebuah gaun putih panjang. “Ketika ia
melihatku takjub bahwa ia sudah sembuh, ia mengatakan: `Tidak Mama, aku
bukannya sembuh, aku sudah mati; tapi dalam beberapa jam aku akan mati
lagi, tapi aku tidak akan kesakitan lagi, dan Mama jangan menangis.
Sesungguhnya aku masih akan hidup beberapa hari lebih lama, tetapi St Theresia dari Kanak-kanak Kudus mengatakan: Sudah cukup.”
Dini
hari, 3 Juli 1937, ketika ayahnya menghampirinya untuk merapikan
pembaringan dan mencium pipinya, Antonietta berbisik: “Yesus, Maria…
Mama, Papa….” Ia mengarahkan matanya ke depan, tersenyum, lalu menarik
satu napas panjang, napasnya yang terakhir.
Pada
tanggal 5 Juli 1937, sebuah peti jenazah kecil berwarna putih diusung
untuk dihantar ke gereja paroki, Basilika Salib Suci di Yerusalem, untuk
disemayamkan sebelum dimakamkan. Pada tanggal 5 Juli 1999, 62 tahun
sesudah pemakamannya, jenazah Antonietta dipindahkan dari makam dan
dihantar kembali untuk disemayamkan di Basilika Salib Suci di Yerusalem,
Roma, di mana disimpan relikwi sengsara Yesus.
Nennolina
baru berusia enam setengah tahun ketika ia wafat. Banyak pertobatan dan
rahmat berlimpah sesudah kematiannya. Kartu-kartu doa dan ucapan terima
kasih menyelimuti makamnya. Dalam waktu setahun, dua biografi
Antonietta diterbitkan. Sesudahnya, biografinya muncul dalam berbagai
bahasa.
Bulan
Desember 1938, ayahnya meminta agar kaki kiri Antonietta yang telah
diamputasi dan dikuburkan, dijadikan satu dengan jenazah. Sesudah 31
bulan dikuburkan, kaki Antonietta didapati utuh dan tak rusak. Kaki itu
dimsukkan dalam sebuah kotak kecil dan dikuburkan dekat jenazah
Antonietta.
Baru
pada tahun 1981 Kongregasi untuk Masalah Santa / Santo dengan suatu
deklarasi khusus menulis bahwa Gereja sepenuhnya mengakui bahwa bahkan
kanak-kanak kecil pun dapat mengamalkan tindakan-tndakan gagah berani
dalam iman, harapan dan kasih, dan karenanya dapat dimaklumkan sebagai
santa / santo.
Dengan
keberadaannya, Antonietta telah memberikan kepada sejarah Gereja suatu
teladan baru bahwa kekudusan adalah mungkin dicapai dalam segala tingkat
usia. Kekudusan yang dikenali pertama-tama oleh umat Allah, dan
kemudian oleh Gereja secara resmi.
Ketika
Antonietta masih hidup, mereka yang mengenali dalam dirinya kebaikan
seorang anak yang menderita, sering memintanya untuk berdoa bagi yang
lain. Setelah wafatnya, orang terus memohon bantuan doanya. Nubuat
Antonietta “Aku akan mengirimkan hujan lili” terus menjadi kenyataan.
Antonietta
dimaklumkan sebagai “Veneralibils” oleh Paus Benediktus XVI pada
tanggal 17 Desember 2007. Pada tanggal 20 Desember 2007, di hadapan
anak-anak anggota Aksi Katolik, Paus Benediktus XVI mengatakan:
“Saya
senang kalian baru saja menyebut Antonietta Meo, seorang gadis kecil
yang dikenal sebagai `Nennolina'. Tepat tiga hari yang lalu, saya
menetapkan pengakuan atas keutamaan-keutamaannya yang gagah berani dan
saya harap proses beatifikasinya dapat segera selesai dengan gemilang.
Betapa suatu teladan cemerlang yang ditinggalkan oleh sahabat kecil
kalian ini bagi kita! Dalam hidupnya yang sangat singkat - hanya enam
setengah tahun - Nennolina, seorang kanak-kanak Roma, memperlihatkan
iman, harapan dan kasih yang istimewa, juga keutamaan-keutamaan
Kristiani lainnya. Meski ia seorang gadis kecil yang lemah, ia berhasil
memberikan kesaksian Injil yang kuat dan penuh semangat, dan
meninggalkan suatu jasa besar bagi komunitas Keuskupan Roma. Nennolina
adalah anggota Aksi Katolik: sekarang pastilah ia telah menjadi anggota
ACR! Sebab itu kalian dapat menganggapnya sebagai sahabat kalian,
seorang teladan yang mengilhami kalian. Hidupnya, yang begitu sederhana
dan sekaligus begitu penting, menunjukkan bahwa kekudusan diperuntukkan
bagi segala tingkatan usia: untuk anak-anak dan untuk kaum muda, untuk
kaum dewasa dan kaum lanjut usia. Setiap masa dalam hidup kita dapat
merupakan saat yang tepat untuk memutuskan untuk mengasihi Yesus secara
sungguh dan mengikuti-Nya dengan setia. Hanya dalam beberapa tahun,
Nennolina mencapai puncak kesempurnaan Kristiani, kemana kita semua
dipanggil; ia melaju pesat di `jalan raya' yang menghantar pada Yesus.
Sungguh, sebagaimana kalian sendiri katakan, Yesus adalah `jalan' sejati
yang menghantar kita pada Bapa dan ke rumah-Nya dan rumah kita yang
sejati, yang adalah Firdaus. Kalian tahu bahwa Antonietta sekarang
tinggal bersama Allah dan dekat dengan kalian dari Surga: kalian
merasakan kehadirannya di antara kalian, dalam kelompok kalian.
Belajarlah mengenalnya dan mengikuti teladannya.”
Dua
mukjizat diperlukan untuk memaklumkan kanak-kanak Roma ini sebagai
"beata" dan kemudian "santa". Jika proses kanonisasi berjalan lancar,
Antonietta Meo akan segera menjadi yang termuda dalam kelompok
non-martir yang ditinggikan ke tingkat altar. Pesta Antonietta Meo
dirayakan pada tanggal 3 Juli.
Sumber: 1.“Antonietta Meo”; www.nennolina.it; 2. “Venerable Antonietta Meo”; The Holy See; www.vatican.va; 3. berbagai sumber
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net”
0 komentar:
Posting Komentar