Yohanes
dilahirkan di Wales pada tahun 1577. Meski bukan seorang Katolik, ia
dididik oleh seorang imam tua. Jadi, sepeti katanya di kemudian hari,
dalam hati ia senantiasa seorang Katolik. Yohanes pergi ke Universitas
Oxford di Inggris beberapa waktu lamanya. Kemudian ia pergi ke Perancis
untuk bersenang-senang. Nyatanya, perjalanan ini memberinya lebih dari
sekedar kesenangan. Adalah di Paris, Perancis, ia menemukan kebahagiaan
besar dalam menggabungkan diri dalam Gereja Katolik. Sesudahnya, Yohanes
tidak membuang-buang waktu untuk mengambil langkah untuk ditahbiskan
sebagai seorang imam. Ia pergi ke suatu sekolah tinggi Inggris di
Spanyol dan menjadi seorang biarawan Benediktin. Kerinduannya yang besar
untuk kembali ke Inggris menjadi kenyataan tiga tahun kemudian. Ia dan
seorang biarawan lain mendapatkan ijin berangkat ke Inggris. Mereka tahu
mara bahaya yang akan datang menghadang. Sesungguhnya, mereka tak harus
lama menunggu sebelum kesulitan dimulai. Mereka memasuki Inggis dengan
mengenakan topi bulu dan pedang di pinggang. Namun demikian, segera saja
mereka ditangkap sebab mereka adalah imam Katolik dan diusir dari
Inggris.
St
Yohanes Roberts kembali ke Inggris lagi. Ia berkarya siang malam demi
memelihara iman umat semasa penganiayaan keji oleh Ratu Elizabeth.
Beberapa kali ia tertangkap, dijebloskan ke dalam penjara dan dibuang,
tetapi ia selalu kembali. Terakhir kali ditangkap, Pater Yohanes baru
saja selesai merayakan Misa. Tak ada jalan untuk melarikan diri. Ketika
ditanya, ia memaklumkan dengan gagah bahwa ia seorang imam dan bairawan.
Ia menjelaskan bahwa ia datang ke Inggris untuk berkarya demi
keselamatan umat. “Andai aku hidup lebih lama,” tambahnya, “aku akan
terus melakukan apa yang sekarang aku lakukan.” St Yohanes diadili
secara tidak adil dan dijatuhi hukuman mati.
Malam
sebelum pelaksanaan hukuman gantung, seorang perempuan Spanyol yang
baik mengatur agar ia diperbolehkan mengunjungi delapanbelas tahanan
lainnya. Mereka juga menderita demi Kristus. Sepanjang makan malam
bersama, St Yohanes dipenuhi sukacita. Lalu terpikir olehnya mungkin
sebaiknya ia tidak mengungkapkan kebahagiaannya begitu rupa. “Apakah kau
pikir aku memberikan teladan yang buruk dengan sukacitaku ini?”
tanyanya kepada perempuan yang baik itu. “Tentu saja tidak,” jawabnya,
“Pater tak dapat melakukan yang terlebih baik selain dari membiarkan
semua orang melihat kegagah-beranian penuh sukacita yang Pater miliki
sementara Pater menyongsong maut demi Kristus.”
Keesokan
harinya St Yohanes dihukum gantung. Khalayak ramai begitu terpesona
oleh pribadi imam muda ini hingga mereka tak hendak membiarkan para
algojo membuatnya menderita. St Yohanes Roberts wafat sebagai martir
pada tahun 1610.
Pada
hari ini, luangkanlah beberapa menit untuk berdoa bagi segenap
laki-laki dan perempuan yang mendedikasikan hidup mereka demi mewartakan
Injil kepada yang lain.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
0 komentar:
Posting Komentar