“Saudariku
tersayang,” demikian tulisnya dalam salah satu suratnya, “betapa aku
menangis ketika membaca suratmu. Ya, aku sadar sepenuhnya akan
penderitaan besar yang aku timbulkan bagi keluarga kita. Aku pikir,
terlebih-lebih lagi betapa dahsyat penderitaan itu bagimu, adikku
terkasih. Tetapi, tidakkah kamu berpikir bahwa aku mencucurkan banyak
air mata juga? Dengan mengambil keputusan demikian, aku sadar bahwa aku
akan menyebabkan penderitaan teramat besar bagi kalian semua. Siapakah
yang mencintai keluarganya lebih daripada aku? Seluruh kebahagiaanku di
dunia ini berasal dari sana. Tetapi Tuhan, yang telah mempersatukan kita
semua dalam ikatan cinta kasih mesra, ingin menarikku dari sana.”
Setelah
ditahbiskan menjadi imam, Theophane berangkat ke Hong Kong. Ia mulai
berlayar pada bulan September 1852. Ia belajar beberapa bahasa asing
selama lebih dari setahun di sana. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya
ke Tongking. Dua rintangan menghambat karya misionaris kita yang penuh
semangat ini, yaitu: kesehatannya yang buruk dan penganiayaan yang
dahsyat. Tetapi ia terus berjuang dengan gigih. Sering ia menulis kepada
saudarinya yang terkasih di Perancis tentang segala petualangan serta
pengalamannya meloloskan diri dari para penganiayanya. Akhirnya, setelah
dengan gigih melayani banyak umat Kristiani di Tongking, Theophane
tertangkap juga. Ia dirantai dan dimasukkan dalam kurungan selama dua
bulan.
Sikapnya
yang lemah lembut meluluhkan hati semua orang, bahkan para sipir
penjara. Ia berhasil menulis sepucuk surat kepada keluarganya di mana ia
menulis, “Semua orang di sekitarku adalah orang yang beradab serta
sopan. Banyak dari antara mereka yang mengasihiku. Dari pejabat tinggi
hingga prajurit yang terendah sekali pun, semua menyesalkan bahwa hukum
negara menjatuhkan hukuman mati. Aku tidaklah mereka siksa seperti
saudara-saudaraku yang lain.” Namun demikian, simpati mereka tidaklah
dapat menyelamatkan nyawanya. Setelah St. Theophane dipenggal kepalanya,
kerumunan umat berebut mencelupkan saputangan mereka pada darahnya
(sebagai reliqui). St. Theophane wafat sebagai martir pada tanggal 2
Februari 1861. Pastor Venard dinyatakan kudus oleh Paus Yohanes Paulus
II pada tanggal 19 Juni 1988. Ia adalah salah seorang dari Para Martir
Vietnam yang pestanya dirayakan pada tanggal 24 November.
Hidup
St . Theophane Venard ditandai oleh semangat Injil. Beranikah aku
mengambil resiko iman agar dapat membawa kasih Yesus kepada orang yang
membutuhkan?
“disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
0 komentar:
Posting Komentar